Kongres Koperasi I
di Tasikmalaya MENJELANG penyelenggaraan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya tanggal 11-14 Juli 1947, para pemimpin Gerakan Koperasi di Jawa Barat (Priangan) menetapkan untuk mengirim utusan ke Yogyakarta (ibukota RI). Waktu itu mereka bermaksud untuk menemui Bung Hatta, yang bukan saja dihormati sebagai Wakil Presiden, tetapi juga sebagai ahli ekonomi dan penganjur Gerakan Koperasi.
Utusan terdiri atas Niti Soemantri, Kastura, Much. Muchtar dan Kyai Lukman Hakim. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan tentang berbagai masalah yang dihadapi gerakan dalam mengembangkan koperasi, khususnya di daerah Jawa Barat. Pada umumnya, usaha yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan Bung Hatta. Selain bertemu dengan Bung Hatta, utusan Gerakan Koperasi Priangan juga menemui R.S. Soeria Atmadja (Kepala Jawatan Koperasi Pusat) yang berkedudukan di Magelang, dan R.M. Margono Djojohadikusumo (Presiden Direktur Bank Negara Indonesia). Dengan R.M. Margono, utusan Gerakan Kopeasi Priangan sependapat, bahwa untuk kepentingan Gerakan Koperasi Indonesia, sebelum gerakan dapat mewujudkan usaha-usahanya sendiri, pada Bank Negara Indonesia akan diadakan Kamar Koperasi, yang bertugas untuk menyelenggarakan kredit bagi gerakan koperasi di seluruh Indonesia. Melalui persiapan tersebut, maka Pusat Koperasi Priangan mengambil prakarsa untuk menyelenggarakan kongres koperasi pertama di Tasikmalaya. Dengan pertimbangan, karena kota tersebut termasuk daerah yang paling aman. Pengurus Pusat Koperasi Priangan yang sebenarnya berkedudukan di Bandung juga mengungsi ke Tasikmalaya, yang pada waktu itu merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat untuk sementara. Kongres berlangsung di Gedung pabrik tenun Perintis milik Pusat Koperasi Kabupaten Tasikmalaya, yang terletak di Jalan Ciamis No.40. Peserta kongres berjumlah sekira 500 orang, yang merupakan utusan koperasi-koperasi di Jawa-Madura, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Pelaksanaan kongres dipercayakan kepada Pusat Koperasi Kabupaten Tasikmalaya (PKKT). Pada Kongres Koperasi I tersebut, pagi harinya diletakkan batu pertama Tugu Koperasi, (pembangunannya dilaksanakan awal tahun 1950 dan diresmikan 12 Juli 1950). Dilanjutkan siang harinya diadakan pameran hasil kerajinan koperasi Kabupaten Tasikmalaya di ruangan Kongres. Situasi tanah air setelah Kongres Koperasi I, masih tetap diwarnai pertempuran di beberapa daerah melawan Belanda. Bahkan beberapa hari setelah kongres, Tasikmalaya mengalami pemboman Belanda. Sehingga keputusan kongres praktis tidak bisa dilaksanakan. Meski begitu, kepada para pemimpin/calon pemimpin koperasi desa di karesidenan-karesidenan Jawa, masih sempat diberikan kursus koperasi oleh Jawatan Koperasi. Menurut catatan, jumlah koperasi pada saat itu ada 2.160. Tetapi kegiatan ini juga berhenti dengan adanya aksi militer II oleh Belanda pada 19 Desember 1948, menyusul peristiwa Madiun pada September 1948. Masa setelah pemulihan kedaulatan dan terbentuknya Negara Kesatuan (1950), ditandai dengan upaya Gerakan Koperasi untuk bangkit kembali dari kehancurannya, akibat peperangan yang terus menerus. Kembali ke UUD 1945 Situasi tanah air pada saat itu dapat dikatakan sudah aman, sehingga memungkinkan pengembangan koperasi secara lebih luas. Selain situasi keamanan dan landasan yuridis, yang juga mendorong perkembangan perkoperasian pada saat itu, adalah sikap pemerintah memberi iklim yang diperlukan. Hal ini antara lain tampak pada pidato Wakil Presiden, Mohamad Hatta, tanggal 12 Juli 1951, saat memperingati Hari Koperasi. Dari pidato tersebut dapat diketahui, bagaimana sikap pemerintah dalam upaya mengembangkan perkoperasian. Tadi kami peringatkan bahwa pasal 38 dari pada Undang-Undang Dasar kita menyatakan dua macam kewajiban. Kewajiban kepada pemerintah dan kewajiban kepada rakyat. Selain dari menganjurkan dan merencanakan koperasi, titik berat daripada kewajiban pemerintah terletak pada ayat (2) dan (3) dari pada pasal itu, yang berbunyi: (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Disini dinyatakan tugas dan tanggungjawab pemerintah untuk melindungi penghidupan rakyat, dan mengatur supaya produksi berjalan untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat. Dikuasai tidak berarti bahwa pemerintah sendiri menjadi pengusaha dalam segala rupa. Dikuasai berarti juga bahwa pemerintah mengatur jalannya produksi, supaya menguntungkan kepada kemakmuran rakyat. Di sebelah kewajiban pemerintah adalah kewajiban daripada rakyat, untuk menyempurnakan hidupnya dan perusahaan masyarakat dengan jalan koperasi. Dengan koperasi kita selenggarakan supaya bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian Dr. Moh. Hatta. Kongres koperasi II Iklim sosial politik pada saat itu memungkinkan koperasi dapat berkembang dengan pesat. Sehubungan dengan hal ini, Bung Hatta dalam salah satu amanatnya antara lain menyatakan, bahwa kesuburan perkembangan koperasi harus disertai dengan sikap seia-sekata dalam praktek sehari-hari, antara koperasi yang satu dengan koperasi lainnya. Untuk mencapai suasana seia-sekata ini diperlukan wadah/organisasi yang menyatukan pendapat kekuatan organisasi-organisasi koperasi yang ada pada waktu itu. Sementara SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia), yang merupakan hasil Kongres I karena keadaan tanah air yang masih kacau, tidak dapat berfungsi. Dengan tiadanya organisasi gerakan koperasi berfungsi secara efektif yang merupakan wadah aspirasi dan cita-cita dari berbagai organisasi koperasi yang ada, maka tidak ada kesatuan pandangan tentang bentuk organisasi, dasar, atau tujuan koperasi. Kongres Besar Koperasi Seluruh Indonesia ke II diselenggarkan di Bandung, pada 15-17 Juli 1953. Dalam kongres tersebut hadir 206 orang utusan yang mewakili 83 Pusat-pusat Koperasi dari berbagai daerah di Indonesia. Yaitu, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, dan Sunda Kecil. Banyak diantaranya para utusan tersebut mewakili organisasi koperasi yang masih berbentuk panitia. Pada kongres yang berlangsung di Bandung dan dipimpin oleh Niti Soemantri itu, beberapa pejabat pemerintah dan tokoh Gerakan Koperasi memberikan prasaran. Mereka adalah, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo (Menteri Perekonomian) tentang Fungsi Koperasi dalam proses pengembagan ekonomi. Iskandar Tejasukmana (Menteri Perburuhan) tentang Perumahan Rakyat. R. Moh. Ambiyah Hadiwinoto (GKBI) tentang Undang-undang Koperasi. Roesli Rahim (Kepala Jawatan Koperasi Pusat) tentang Pendidikan dan Penerangan Koperasi. R.S. Soeria Atmadja (Kepala Direktorat Perekonomian Rakyat) tentang Perluasan tugas gerakan koperasi di Indonesia). (Sumber: Buku Panca Windu Gerakan Koperasi Indonesia (12 Juli 1947 - 12 Juli 1987)Dekopin). (Ivan/Adang/Pikiran Rakyat)*** |